Minggu, 15 Desember 2013

PEMBELAJARAN BERBASIS MULTI INTELEGENSI

Oleh : Rusniati Dassir



Intelegensi sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi belajar. Keberagaman potensi intelegensi siswa tentu saja menjadi hal yang penting dalam pemilihan model dan metode mengajar oleh guru sehingga dihasilkan metode dan model belajar yang tepat pada siswa.
Hal ini kontradiksi dengan apa yang diungkapkan oleh Uno mengenai proses belajar yang dilaksanakan secara umum saat ini di Indonesia bahwa strategi pembelajaran yang dilaksanakan masih bersifat massal, memberikan perlakuan dan layanan pendidikan yang sama kepada semua peserta didik. Padahal mereka berbeda tingkat kecakapan, Intelegensi atau kecerdasan, minat, bakat, dan kreativitasnya. Strategi pelayanan pendidikan seperti ini memang tepat dalam konteks pemerataan kesempatan, namun kurang menunjang usaha mengoptimalisasikan perkembangan potensi peserta didik secara cepat (Uno, 2009: 2).
Solusi untuk pencapaian  sasaran pendidikan dengan optimal maka pembelajaran harus diselaraskan dengan potensi peserta didik. Karena itu, guru perlu melakukan pelacakan potensi peserta didik (Uno,2009:3).
Perbedaan siswa pada pendidikan tradisional tidak mendapat  tempat, hal ini terlihat dari pembelajaran yang umumnya bersifat klasikal pada kelas yang memiliki karakteristik intelegensi siswa yang berbeda, namun dalam pendidikan modern masalah perbedaan individual ini mendapat perhatian prioritas, meninjau karakteristik intelegensi siswa sebelum memberikan suatu treatment kepada siswa.
Hal ini sejalan dengan visi alternatif multi intelegensi yang menghasilkan pemahaman mengenai sekolah yang amat berbeda, konsep mengenai sekolah yang terpusat pada individu, yang menerima pandangan multi dimensi dari kecerdasan dengan serius. Model sekolah ini didasarkan pada temuan ilmu pengetahuan kognitif (pengetahuan mengenai pikiran) dan neuroscince (pengetahuan mengenai otak), yang menghasilkan pendekatan yang disebut multi intelegensi (Gardner, 2003:21).
Pandangan-pandangan Gardner telah menginspirasi para pendidik untuk mengajar sesuai dengan delapan intelegensi tersebut. Hal ini dikarenakan pembelajaran dengan meninjau multi intelegensi sesuai dengan bakat dan minat yang siswa miliki sehingga siswa akan termotivasi dan pembelajaran menjadi bermakna bagi diri siswa. Johnson melanjutkan bahwa ratusan, bahkan  ribuan kelas di  seluruh dunia  saat ini bersandar pada teori Gardner mengenai multi intelegensi untuk menolong anak-anak menyadari potensi terpendam mereka (Prashnig, 2007:251)
Para pendidik melihat kearifan dari mengajar dengan mempertimbangkan intelegensi atau kecerdasan, baik saat mengajar di kelas yang berfokus pada siswa-siswa yang memiliki hambatan belajar maupun siswa-siswa yang berbakat dan cerdas (Amstrong, Torrance dan Sisk dalam Prashnig, 2007:251).
Terkait dengan penerapan teori multi intelegensi dalam proses pembelajaran, Hoerr (2007:1) mengungkapkan bahwa motivasi dasar untuk membantu untuk semua siswa belajar, telah menggerakkan para guru dan kepala sekolah dalam menggali teori multi intelegensi sebagai alat yang memungkinkan keberhasilan lebih banyak lagi diraih oleh anak-anak. Lebih lanjut Hoerr menjelaskan bahwa teori multi intelegensi mengajari kita bahwa semua anak cerdas, tetapi mereka cerdas dalam cara yang berbeda.
Setiap intelegensi memiliki gaya belajar (learning style) yang berbeda. Di bawah ini adalah daftar gaya belajar (GB) untuk masing-masing intelegensi yang diungkapkan oleh Hoerr (2007:xxi):
a.   Pelajar linguistik senang bermain dengan kata-kata ketika ia membaca, menulis dan berbicara.
GB : Auditif, intelektual, visual, dan somatik
b.   Pelajar logis-matematis senang bereksperimen dan mengeksplorasi angka dan pola.
GB : Intelektual, visual, auditif, dan somatik
c.   Pelajar spasial senang menggunakan visualisasi ketika menggambar, membangun, merancang, dan berkreasi.
GB : Visual, intelektual, auditif, dan somatik
d.   Pelajar musikal bernyanyi, bergumam, memainkan alat musik, dan umumnya berkreasi terhadap musik, dan belajar diiringi musik.
GB : Auditif, visual, somatik, dan intelektual
e.   Pelajar kinestetik senang bergerak, bersentuhan, menari, berolahraga, membuat prakarya, dan belajar melalui gerakan.
GB : Somatik, intelektual, visual, dan auditif.
f.    Pelajar interpersonal berbagi, membandingkan, kerja sama, memiliki banyak teman, serta belajar dengan dan dari orang lain.
GB : Somatik, visual, auditif, dan intelektual
g.   Pelajar    intrapersonal    bekerja    sendirian    di    tempatnya    sendiri, menciptakan karya yang unik dan orisinal.
GB : Intelektuai, visual, auditif, dan somatik

Intelegensi yang dimiliki oleh siswa sangat beragam sehingga dengan demikian pemilihan model, metode atau strategi pembelajaran dapat dilakukan dengan teridentifikasinya multi intelegensi pada siswa. Keunggulan multi intelegensi terletak pada perlakuan yang tepat pada tiap siswa. Hoerr (2007:xix) memberikan pendekatan multi intelegensi kepada siswanya dengan istilah special treatment for special student. Penerapan kecerdasan majemuk pada pembelajaran tentu saja sesuai dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Indentifikasi multi intelegensi yang dimiliki siswa, memberikan informasi akan intelegensi mereka dan memberikan perlakuan yang tepat akan membangun emosi positif untuk kerja maksimal otak. Jasmine (2007: 89) menjelaskan bahwa memberikan informasi yang tepat kepada para siswa tentang intelegensi atau kecerdasan mereka berarti memberinya kepemilikan perkembangan mereka sendiri. Teori quantum learning menunjukkan kepada para pembacanya bahwa jika seseorang pembelajar dapat membangun emosi positif, niscaya otak sebagai alat utama belajar akan dapat difungsikan secara maksimal (Hoerr (2007:xiii).
Penjelasan dari quantum teaching mengungkapkan bawah dengan memasukkan multi intelegensi ke dalam isi dan perancangan pengajaran, kita membantu siswa secara optimal mendapatkan lebih banyak makna dan merangsang otak dalam proses belajar mereka, sekaligus memberi mereka lebih banyak variasi dan kesenangan, serta mengembangkan dan memperkuat kecerdasan mereka (DePorter, 2009:99).

Tabel 1 Tahapan pembelajaran berbasis multi intelegensi
Tahap
Kegiatan Guru
1.       Apersepsi

            -        Alpha zone
Salam pembuka, kemudian mengecek kehadiran siswa
Membawa siswa pada kondisi zona gelombang alfa dengan berbagai cara seperti  musik (lagu),ice breaking, brain gym, fun story, tebak-tebakan.

-        Warmer
Melakukan tinjau ulang terhadap materi yang lalu, sebelum materi dilanjutkan. Pada tahapan ini bisa dilakukan dengan cara memberikan game dan bisa juga dengan cara penilaian diri.

-        Pre-teach
Memberikan informasi tentang prosedur yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran

-        Scene setting

Membangun konsep awal pembelajaran

2.    Use multiple intelligences
Pemilihan strategi mengajar yang sesuai dengan gaya belajar siswa sesuai dengan kecerdasan dominan yang dimiliki siswa

3.    Practice



Memberikan kesempatan kepada siswa untuk  melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan kecerdasan yang dimilikinya

4.    Reflection

Menyisakan waktu untuk merespon hal yang baru dipelajari.

5.    Authentic assesment

Mengumpulkan berbagai data yang dapat memberikan gambaran mengenai perkembangan belajar siswa

Sumber : Adaptasi dari Chatib (2011:208)
Mengajar dengan memperhatikan multi intelegensi yang ada pada siswa, membuat para guru tidak hanya menolong mereka yang unggul pada suatu intelegensi untuk meningkatkan bakat tersebut, tetapi juga menolong mereka yang lemah pada satu jenis intelegensi untuk bekerja meningkatkan dan memperkuat intelegensi tersebut. Pembelajaran berbasis inteligensi adalah upaya mengoptimalkan semua kecerdasan (multiple intelligences) yang dimiliki siswa untuk mencapai kompetensi tertentu yang terdapat dalam kurikulum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar