Intelegensi
sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi belajar. Keberagaman potensi intelegensi
siswa tentu saja menjadi hal yang penting dalam pemilihan model dan metode
mengajar oleh guru sehingga dihasilkan metode dan model belajar yang tepat pada
siswa.
Hal ini
kontradiksi dengan apa yang diungkapkan oleh Uno mengenai proses belajar yang
dilaksanakan secara umum saat ini di Indonesia bahwa strategi pembelajaran yang
dilaksanakan masih bersifat massal, memberikan perlakuan dan layanan pendidikan
yang sama kepada semua peserta didik. Padahal mereka berbeda tingkat kecakapan,
Intelegensi atau kecerdasan, minat, bakat, dan kreativitasnya. Strategi
pelayanan pendidikan seperti ini memang tepat dalam konteks pemerataan
kesempatan, namun kurang menunjang usaha mengoptimalisasikan perkembangan potensi
peserta didik secara cepat (Uno, 2009: 2).
Solusi
untuk pencapaian sasaran pendidikan
dengan optimal maka pembelajaran harus diselaraskan dengan potensi peserta
didik. Karena itu, guru perlu melakukan pelacakan potensi peserta didik (Uno,2009:3).
Perbedaan
siswa pada pendidikan tradisional tidak mendapat tempat, hal ini terlihat dari pembelajaran
yang umumnya bersifat klasikal pada kelas yang memiliki karakteristik intelegensi
siswa yang berbeda, namun dalam pendidikan modern masalah perbedaan individual
ini mendapat perhatian prioritas, meninjau karakteristik intelegensi siswa
sebelum memberikan suatu treatment kepada siswa.
Hal ini
sejalan dengan visi alternatif multi intelegensi yang menghasilkan pemahaman
mengenai sekolah yang amat berbeda, konsep mengenai sekolah yang terpusat pada
individu, yang menerima pandangan multi dimensi dari kecerdasan dengan serius.
Model sekolah ini didasarkan pada temuan ilmu pengetahuan kognitif (pengetahuan
mengenai pikiran) dan neuroscince (pengetahuan mengenai otak), yang
menghasilkan pendekatan yang disebut multi intelegensi (Gardner, 2003:21).
Pandangan-pandangan
Gardner telah menginspirasi para pendidik untuk mengajar sesuai dengan delapan
intelegensi tersebut. Hal ini dikarenakan pembelajaran dengan meninjau multi intelegensi
sesuai dengan bakat dan minat yang siswa miliki sehingga siswa akan termotivasi
dan pembelajaran menjadi bermakna bagi diri siswa. Johnson melanjutkan bahwa
ratusan, bahkan ribuan kelas di seluruh dunia
saat ini bersandar pada teori Gardner mengenai multi intelegensi untuk
menolong anak-anak menyadari potensi terpendam mereka (Prashnig, 2007:251)
Para
pendidik melihat kearifan dari mengajar dengan mempertimbangkan intelegensi
atau kecerdasan, baik saat mengajar di kelas yang berfokus pada siswa-siswa yang
memiliki hambatan belajar maupun siswa-siswa yang berbakat dan cerdas (Amstrong,
Torrance dan Sisk dalam Prashnig, 2007:251).
Terkait dengan
penerapan teori multi intelegensi dalam proses pembelajaran, Hoerr (2007:1)
mengungkapkan bahwa motivasi dasar untuk membantu untuk semua siswa belajar,
telah menggerakkan para guru dan kepala sekolah dalam menggali teori multi intelegensi
sebagai alat yang memungkinkan keberhasilan lebih banyak lagi diraih oleh
anak-anak. Lebih lanjut Hoerr menjelaskan bahwa teori multi intelegensi
mengajari kita bahwa semua anak cerdas, tetapi mereka cerdas dalam cara yang
berbeda.
Setiap intelegensi
memiliki gaya belajar (learning style) yang berbeda. Di bawah ini adalah
daftar gaya belajar (GB) untuk masing-masing intelegensi yang diungkapkan oleh
Hoerr (2007:xxi):
a. Pelajar linguistik senang bermain dengan kata-kata ketika ia
membaca, menulis dan berbicara.
GB : Auditif, intelektual, visual, dan somatik
b. Pelajar logis-matematis senang bereksperimen dan mengeksplorasi
angka dan pola.
GB : Intelektual, visual, auditif, dan somatik
c. Pelajar spasial senang menggunakan visualisasi ketika menggambar,
membangun, merancang, dan berkreasi.
GB : Visual, intelektual, auditif, dan somatik
d. Pelajar musikal bernyanyi, bergumam, memainkan alat musik, dan
umumnya berkreasi terhadap musik, dan belajar diiringi musik.
GB : Auditif, visual, somatik, dan intelektual
e. Pelajar kinestetik senang bergerak, bersentuhan, menari,
berolahraga, membuat prakarya, dan belajar melalui gerakan.
GB : Somatik, intelektual, visual, dan auditif.
f. Pelajar interpersonal berbagi, membandingkan, kerja sama, memiliki
banyak teman, serta belajar dengan dan dari orang lain.
GB : Somatik, visual, auditif, dan intelektual
g. Pelajar
intrapersonal bekerja sendirian
di tempatnya sendiri, menciptakan karya yang unik dan
orisinal.
GB : Intelektuai, visual, auditif, dan somatik
Intelegensi
yang dimiliki oleh siswa sangat beragam sehingga dengan demikian pemilihan
model, metode atau strategi pembelajaran dapat dilakukan dengan
teridentifikasinya multi intelegensi pada siswa. Keunggulan multi intelegensi
terletak pada perlakuan yang tepat pada tiap siswa. Hoerr (2007:xix) memberikan
pendekatan multi intelegensi kepada siswanya dengan istilah special
treatment for special student. Penerapan kecerdasan majemuk pada
pembelajaran tentu saja sesuai dengan pembelajaran yang berpusat pada siswa.
Indentifikasi
multi intelegensi yang dimiliki siswa, memberikan informasi akan intelegensi
mereka dan memberikan perlakuan yang tepat akan membangun emosi positif untuk
kerja maksimal otak. Jasmine (2007: 89) menjelaskan bahwa memberikan informasi
yang tepat kepada para siswa tentang intelegensi atau kecerdasan mereka berarti
memberinya kepemilikan perkembangan mereka sendiri. Teori quantum learning menunjukkan
kepada para pembacanya bahwa jika seseorang pembelajar dapat membangun emosi
positif, niscaya otak sebagai alat utama belajar akan dapat difungsikan secara
maksimal (Hoerr (2007:xiii).
Penjelasan
dari quantum teaching mengungkapkan bawah dengan memasukkan multi intelegensi
ke dalam isi dan perancangan pengajaran, kita membantu siswa secara optimal
mendapatkan lebih banyak makna dan merangsang otak dalam proses belajar mereka,
sekaligus memberi mereka lebih banyak variasi dan kesenangan, serta
mengembangkan dan memperkuat kecerdasan mereka (DePorter, 2009:99).
Tabel 1 Tahapan
pembelajaran berbasis multi intelegensi
|
Tahap
|
Kegiatan Guru
|
|
1.
Apersepsi
|
|
|
-
Alpha zone
|
Salam pembuka, kemudian mengecek kehadiran siswa
Membawa siswa pada kondisi zona gelombang alfa dengan
berbagai cara seperti musik (lagu),ice breaking, brain gym, fun story, tebak-tebakan.
|
|
-
Warmer
|
Melakukan tinjau ulang terhadap materi yang lalu, sebelum
materi dilanjutkan. Pada tahapan ini bisa dilakukan dengan cara memberikan
game dan bisa juga dengan cara penilaian diri.
|
|
-
Pre-teach
|
Memberikan
informasi tentang prosedur yang akan dilakukan dalam proses pembelajaran
|
|
-
Scene setting
|
Membangun
konsep awal pembelajaran
|
|
2.
Use multiple intelligences
|
Pemilihan strategi mengajar yang sesuai dengan gaya belajar
siswa sesuai dengan kecerdasan dominan yang dimiliki siswa
|
|
3.
Practice
|
Memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
melakukan aktivitas pembelajaran sesuai dengan kecerdasan yang
dimilikinya
|
|
4.
Reflection
|
Menyisakan
waktu untuk merespon hal yang baru dipelajari.
|
|
5.
Authentic assesment
|
Mengumpulkan berbagai data yang dapat memberikan gambaran
mengenai perkembangan belajar siswa
|
Sumber : Adaptasi
dari Chatib (2011:208)
Mengajar
dengan memperhatikan multi intelegensi yang ada pada siswa, membuat para guru
tidak hanya menolong mereka yang unggul pada suatu intelegensi untuk
meningkatkan bakat tersebut, tetapi juga menolong mereka yang lemah pada satu
jenis intelegensi untuk bekerja meningkatkan dan memperkuat intelegensi
tersebut. Pembelajaran berbasis
inteligensi adalah upaya mengoptimalkan semua kecerdasan (multiple intelligences) yang dimiliki siswa untuk mencapai
kompetensi tertentu yang terdapat dalam kurikulum.